Kamis, 30 Mei 2013

Takhrij hadits Arba'in ke 35



HADITS KETIGAPULUH LIMA
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً . الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ . التَّقْوَى هَهُنَا –وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسَبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
[رواه مسلم]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.
(Riwayat Muslim)
Takhrij hadits



KITAB MUSLIM




HADIST NO - 4642
                              
Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna; Telah menceritakan kepada kami Abu Dawud; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qatadah dari Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian jangan saling dengki, saling marah, dan jangan pula saling memutuskan hubungan satu sama lain. Tetapi jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara." Telah menceritakannya kepadaku 'Ali bin Nashr Al Jahdhami; Telah menceritakan kepada kami Wahb bin Jarir; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah; melalui jalur ini dengan Hadits yang serupa. Namun ada tambahan; 'Sebagaimana yang Allah perintahkan.'
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَقَاطَعُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا حَدَّثَنِيهِ عَلِيُّ بْنُ نَصْرٍ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ وَزَادَ كَمَا أَمَرَكُمْ اللَّهُ

HADIST NO - 2786
                              
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; Saya membaca di hadapan Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah sebagian kalian menjual barang yang telah dijual kepada saudaranya."
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ



HADIST NO – 2787
                              
Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Muhammad bin Al Mutsanna sedangkan lafazhnya dari Zuhair, keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Yahya dari 'Ubaidillah telah mengabarkan kepadaku Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Janganlah seseorang menjual barang yang telah dijual kepada saudaranya dan janganlah meminang perempuan yang telah dipinang saudaranya, kecuali jika mendapatkan izin darinya."
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لِزُهَيْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَبِعْ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلَا يَخْطُبْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ إِلَّا أَنْ يَأْذَنَ لَهُ



HADIST NO – 2789
                              
Dan telah menceritakan kepadaku Ahmad bin Ibrahim Ad Dauraqi telah menceritakan kepadaku 'Abdush Shammad telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Al 'Ala` dan Suhail dari ayahnya dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abdush Shamad telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin Mu'adz telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Adi dia adalah Ibnu Tsabit, dari Abu Hazim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang seseorang menawar harga barang yang telah ditawar (dan disepakati harga) saudaranya. Dan dalam riwayatnya Ad Dauraqi dikatakan; Atas tawaran harga saudaranya.
و حَدَّثَنِيهِ أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنِي عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْعَلَاءِ وَسُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِمَا عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَاه مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَدِيٍّ وَهُوَ ابْنُ ثَابِتٍ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يَسْتَامَ الرَّجُلُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ وَفِي رِوَايَةِ الدَّوْرَقِيِّ عَلَى سِيمَةِ أَخِيهِ
HADIST NO - 2790
                              
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; Saya membaca di hadapan Malik dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah mencegat pedagang untk memborong barang-barangnya (sebelum sampai ke pasar); jangan membali barang yang sedang dibeli orang lain; jangan menipu; orang kota hendaknya tidak memborong dagangan orang dusun (dengan maksud monopoli dan menaikkan harga); jangan menahan susu unta atau kambing yang akan dijual supaya kelihatan susunya banyak. Jika dia membeli dan memerahnya setelah membali, maka dia boleh memilih dari dua keadaan, jika ia suka, maka dia boleh ditahannya namun jika tidak suka dia boleh mengembalikannya dengan satu sha' kurma (pengganti susu dan perahannya)."
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُتَلَقَّى الرُّكْبَانُ لِبَيْعٍ وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ وَلَا تُصَرُّوا الْإِبِلَ وَالْغَنَمَ فَمَنْ ابْتَاعَهَا بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ بَعْدَ أَنْ يَحْلُبَهَا فَإِنْ رَضِيَهَا أَمْسَكَهَا وَإِنْ سَخِطَهَا رَدَّهَا وَصَاعًا مِنْ تَمْرٍ









KITAB SUNAN ABU DAUD
HADIST NO – 4257
                              
Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Shalih Al Baghdadi berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Amir -maksudnya Abdul Malik bin Amru- berkata, telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal dari Ibrahim bin Abu Asid dari Kakeknya dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jauhilah hasad (dengki), karena hasad dapat memakan kabaikan seperti api memakan kayu bakar."
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ صَالِحٍ الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ يَعْنِي عَبْدَ الْمَلِكِ بْنَ عَمْرٍو حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي أَسِيدٍ عَنْ جَدِّهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَ
HADIST NO – 4258
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb ia berkata; telah mengabarkan kepadaku Sa'id bin 'Abdurrahman bin Abul Amya` bahwa Sahl bin Abu Umamah menceritakan kepadanya, bahwa dia bersama bapaknya pernah menemui Anas bin Malik di Madinah pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz -waktu itu Anas sebagai sorang gubernur di Madinah-. Saat itu Anas melaksanakan shalat yang sangat singkat seakan shalatnya seorang musafir atau kurang lebih seperti itu. Ketika Anas selesai salam, bapakku berkata, "Semoga Allah merahmatimu. Menurutmu apakah tadi shalat maktubah (wajib) atau shalat nafilah?" Anas menjawab, "Itu adalah shalat maktubah, dan itulah shalat yang pernah dilaksanakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Aku tidak menyalahi sesuatu pun darinya, kecuali sesuatu yang aku lupa darinya." Anas lalu berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda: "Janganlah kalian perberat diri kalian hingga Allah akan memperberatmu. Sungguh, ada suatu kaum yang suka memperberat diri mereka lalu Allah memperberat bagi mereka. Itulah pewaris-pewaris mereka yang ada di dalam biara-biara dan tempat peribadatan. Firman Allah: '(Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya….) ' -Qs. Al hadid: 27- Keesokan harinya Abu Umamah (bapakku) pergi menemui Anas, Anas lalu berkata, "Tidakkah kamu berkendaraan hingga kamu dapat melihat dan mengambil pelajaran?" Abu Umamah menjawab, "Baiklah." Lalu mereka pergi, dan ternyata mereka berada pada sebuah perkampungan yang penduduknya telah binasa, dan musnah, atap-atap pada bangunannya juga telah berjatuhan. Anas bertanya, "Apakah kamu tahu kampung ini?" aku (Abu Umamah) menjawab, "Aku tidak tahu tentang kampung dan penduduk daerah ini." Anas menerangkan, "Ini ada perkampungan suatu kaum yang Allah telah membinasakan mereka karena sifat melampaui batas (kedhaliman) dan hasad (dengki). Sesungguhnya hasad dapat memadamkan cahaya kebaikan, dan sifat melampaui bataslah (kedhaliman) yang akan membenarkan hal itu atau mendustakannya. Mata berzina, maka tangan, kaki, dan badan, lisan dan kemaluanlah yang akan membenarkan hal itu atau mendustakannya."
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي الْعَمْيَاءِ أَنَّ سَهْلَ بْنَ أَبِي أُمَامَةَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ دَخَلَ هُوَ وَأَبُوهُ عَلَى أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ بِالْمَدِينَةِ فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَهُوَ أَمِيرُ الْمَدِينَةِ فَإِذَا هُوَ يُصَلِّي صَلَاةً خَفِيفَةً دَقِيقَةً كَأَنَّهَا صَلَاةُ مُسَافِرٍ أَوْ قَرِيبًا مِنْهَا فَلَمَّا سَلَّمَ قَالَ أَبِي يَرْحَمُكَ اللَّهُ أَرَأَيْتَ هَذِهِ الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ أَوْ شَيْءٌ تَنَفَّلْتَهُ قَالَ إِنَّهَا الْمَكْتُوبَةُ وَإِنَّهَا لَصَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَخْطَأْتُ إِلَّا شَيْئًا سَهَوْتُ عَنْهُ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ لَا تُشَدِّدُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَيُشَدَّدَ عَلَيْكُمْ فَإِنَّ قَوْمًا شَدَّدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ فَشَدَّدَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ فَتِلْكَ بَقَايَاهُمْ فِي الصَّوَامِعِ وَالدِّيَارِ { وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ } ثُمَّ غَدَا مِنْ الْغَدِ فَقَالَ أَلَا تَرْكَبُ لِتَنْظُرَ وَلِتَعْتَبِرَ قَالَ نَعَمْ فَرَكِبُوا جَمِيعًا فَإِذَا هُمْ بِدِيَارٍ بَادَ أَهْلُهَا وَانْقَضَوْا وَفَنُوا خَاوِيَةٍ عَلَى عُرُوشِهَا فَقَالَ أَتَعْرِفُ هَذِهِ الدِّيَارَ فَقُلْتُ مَا أَعْرَفَنِي بِهَا وَبِأَهْلِهَا هَذِهِ دِيَارُ قَوْمٍ أَهْلَكَهُمْ الْبَغْيُ وَالْحَسَدُ إِنَّ الْحَسَدَ يُطْفِئُ نُورَ الْحَسَنَاتِ وَالْبَغْيُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ وَالْعَيْنُ تَزْنِي وَالْكَفُّ وَالْقَدَمُ وَالْجَسَدُ وَاللِّسَانُ وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ












Kitab Sunan At-Turmudzi
HADIST NO - 1213
                                                            
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Janganlah sebagian kalian menjual barang yang sedang ditawar oleh sebagian dari kalian, dan janganlah sebagian dari kalian meminang wanita yang ada dalam pinangan sebagian dari kalian." Ia mengatakan; Dalam hal ini ada hadits serupa dari Abu Hurairah dan Samurah. Abu Isa berkata; Hadits Ibnu Umar adalah hadits hasan shahih dan telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: "Seseorang tidak boleh menawar barang yang sedang ditawar saudaranya." Dan menurut para ulama, makna menjual dalam hadits ini dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah menawar.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَلَا يَخْطُبْ بَعْضُكُمْ عَلَى خِطْبَةِ بَعْضٍ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَسَمُرَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَا يَسُومُ الرَّجُلُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ وَمَعْنَى الْبَيْعِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ هُوَ السَّوْمُ

KITAB Muatta’ MALIK
HADIST NO - 1190
                                                             
Malik berkata; dari Nafi' dari Abdullah bin Umar berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang berjualan dengan cara najasy." Malik berkata; "Najasy ialah engkau beli barang dagangannya dengan harga yang lebih tinggi, tidak dengan niat untuk membelinya; hingga orang-orang mengikutimu."
قَالَ مَالِك عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ النَّجْشِ قَالَ مَالِك وَالنَّجْشُ أَنْ تُعْطِيَهُ بِسِلْعَتِهِ أَكْثَرَ مِنْ ثَمَنِهَا وَلَيْسَ فِي نَفْسِكَ اشْتِرَاؤُهَا فَيَقْتَدِي بِكَ غَيْرُكَ

 

Selasa, 07 Mei 2013



TAKHRIJ HADITS dan PERMASALAHANNYA

1.      Pengertian Takhrij Hadits
Takhrij menurut bahasa  ialah mengeluarkan sesuatu dari suatu tempat jamaknya takhrij. Sedangkan menurut istilah ialah :
1.      Mengambil Suatu hadits dari suatu kitab, lalu mencari sanad yang lain dari sanad penyusun kitab itu. Orang yang mengerjakan hal ini, dinamai
“ Mukharrij dan Mustakhrij”. Pekerjaannya dinamai Istikhraj, takhrij dan ikhraj “dan Fi’il –nya kharaja, akhraja dan istikhraja”.
2.      Menerangkan bahwa hadits itu terdapat dalam sesuatu kitab yang dinukilkan kedalamnya dalam penyusunya dari sesuatu kitab lain seperti kita katakan
“Akhrajahu al – Bukhary” = dinukilkan kedalam kitabnya oleh Al – Bukhary (hadits itu tersebut dalm kitab Al – Bukhary). Orang yang mengerjakannya dinamai mukharrij. Fi’ilnya Kharraj dan akhraja.
3.      Menerangkan perawi dan derajat Hadits yang tidak diterangkan.[1]
2.      Sejarah Takhrij Hadits
      Dalam sejarah dan bahkan sampai saat ini, ada sekelompok kecil orang-orang yang mengaku diri mereka sebagai orang Islam, tetapi mereka menolak hadis atau sunah Rosulullah sebagai sumber ajaran Islam. Mereka dikenal sebagai orang-orang yang berpaham inkarus sunah. Cukup banyak alasan yang mereka ajukan untuk menolak hadis nabi sebagai sumber ajaran Islam.
      Alasan-alasan yang mereka ajukan ada yang berupa dalil-dalil naqli, dalil-dalil aqli, argumen-argumen sejarah dan lain - lain. Dengan meyakini bahwa hadis Nabi merupakan bagian dari sumber ajaran Islam, maka peneliti hadis khususnya hadis ahad sangat penting. Penelitian itu dilakukan untuk menghindari dari pemakaian dali-dalil hadis yang tidak dapat dipertanggung jawabkan sebagai suatu yang berasal dari Rasulullah SAW. Sekiranya hadis Nabi hanya berstatus data sejarah belaka, niscaya penelitian hadis tidak begitu penting.
      Nabi pernah melarang para sahabat untuk menulis hadis beliau. Dalam pada itu Nabi juga pernah menyuruh para sahabat untuk menulis hadis beliau. Dengan demikian, hadis nabi yang berkembang pada zaman Nabi banyak berlangsung secara hafalan daripada tulisan. Hal itu berakibat bahwa dokumentasi hadis secara tertulis belum mencakup seluruh hadis yang ada. Dengan tidak tertulisnya hadis secara menyeluruh maka terjadilah berbagai pemalsuan hadis. Dari berbagai alasan itu dilakukan penelitian tentang keabsahan hadis yang nantinya akan dihasilkan hadis yang benar-benar shoheh.
3.      Urgensi Takhrij Hadis
Urgensi utama dari takhrij hadis adalah bertujuan menunjukkan sumber hadis-hadis dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut[2]. Adapun tujuan takhrij hadis adalah:
1.      menjelaskan tentang hadis kepada orang lain dengan menyebutkan para periwayat dalam sanad hadis tersebut.
2.      mengeluarkan dan meriwayatkan satu hadis dari beberapa kitab, atau guru, atau teman.
3.      menunjukkan kitab-kitab sumber hadis, yakni menyebutkan letak sebuah hadis dalam berbagai kitab yang didalamnya ditemukan hadisnya secara lengkap dengan sanad masing-masing.[3]
Kegunaan takhrij adalah mengetahui tempat hadis pada sumber aslinya yang mula- mula dilarang oleh para imam ahli hadis.[4] Sedangkan kegunaan takhrij meliputi:
1.      Memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal dimana suatu hadis berada beserta ulama yang meriwayatkannya.
2.      Takhrij dapat menambah perbendaharaan sanad hadis-hadis melalui kitab-kitab yang ditunjukinya.
3.      Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad.
4.      Takhrij memperjelas hukum hadis dengan riwayatannya.
5.      Dengan takhrij kita dapat mengetahui pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum hadis.
6.      Mengetahui seluruh riwayat syahid dan mutabinya
Sahid         : saksi primer penguat saksi primer lain
Mutabi       : saksi penguat sekunder[5].


4.    MACAM-MACAM METODE TAKHRIJ HADITS
Menunjukkan hadis dari sumber-sumber asalnya lengkap dengan sanad dan matannya.
Sumber-sumber asli hadis:
a.       Kitab hadis pokok/primer: Kutubus-Sittah, Al-Muwatho’, dll.
  1. Kitab hadis tabi’i/sekunder: Nukilan/ringkasan.
Contoh: Athrof al-Jam’u, dll.
Manfaat:
  1. Melacak hadis dari sumber asli lengkap dengan variasi sanad dan matannya

Metode I

Takhrij melalui lafal matan hadits
Penggunaan metode ini tergantung lafal pertama matan hadis. Berarti metode ini penyusunan hadisnya lafal pertama sesuai dengan urutan huruf hijaiyah, seperti hadis-hadis yang huruf pertamanya alif, ba’, ta’, dst. Kemudian yang menjadi keharusan pada metode ini adalah mengetahui dengan pasti lafal-lafal pertama dari hadis yang akan dicari. Setelah itu melihat huruf pertama melalui kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan huruf-huruf hijaiyah tersebut, begitu juga huruf-huruf berikutnya.
Kitab-kitabnya meliputi:
  1. kitab al-Jami’ ash-Shaghir
  2. kitab al-Fath al-Kabir
  3. kitab Jam’u al-Jawami’
  4. kitab al-Jami’al-Azhar
  5. kitab Hidayat al-Baary
Contohnya adalah  lafal _______ langkah untuk mencari dengan menggunakan metode berikut:
  1. lafal pertamanya dengan membukanya pada bab mim (_____)
  2. kemudian mencari huruf ke dua (nun) setelah huruf mim tersebut
  3. huruf-huruf selanjutnya adalah ghain, syin serta nun
  4. dan begitu juga seterusnya sesuai dengan urutan huruf-huruf hijaiyah pada lafal-lafal matan hadits.

Metode II

Takhrij melalui kata-kata dalam matan hadis.
Metode ini tergantung pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik itu berupa isim (nama benda) atau fi’il (kata kerja). Cara pencariannya adalah menentukan kata kuncinya kemudian menentukan kata tersebut pada bentuk dasarnya. Kemudian mencari pada kitab al-Mu’jam ini menurut urutannya dalam huruf hijaiyah, dan mencari bentuk kata sebagaimana terdapat dalam kata kunci tersebut.
Kitab-kitab yang digunakan dalam metode ini adalah al-Mu’'jam al-Mufahras. Contohnya adalah
Sebagai kata kuncinya kita pakai kata _____ kata tersebut kita kembalikan ke dalam bentuk dasarnya (fi’il madhi) yaitu _____ kita dapat mencarinya sesuai langkah-langkah di atas. Ternyata kata tersebut terdapat pada jilid pertama halaman 405 dalam bentuk _____. Adapun hadis yang dimaksud setelah ditelusuri pada setiap kata hadis tersebut ternyata terdapat pada halaman 407, bunyi takhrijnya sebagai berikut:
Penjelasannya:
  1. Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dalam shahihnya dan ditempatkan pada tema “al-Iman” dengan nomor 71 dan 72.
  2. Imam Bukhori meriwayatkan hadis ini dalam shahihnya dan ditempatkan dalam tema “al-Imam” dengan nomor bab 7.
  3. Imam Turmudzi meriwayatkannya dalam sunannya dan ditempatkan pada tema “al-Qiyamah” dengan nomor bab 59.
  4. Imam Nasa’i meriwayatkan dalam sunannya dan ditempatkan pada tema “al-Iman” dengan nomor bab 1 9 dan 33. hadis yang terdapat bab 1 9 mengalami pengulangan lafalnya.
  5. Imam Ibnu Majjah meriwayatkannya dalam sunannya dan ditempatkan dalam muqaddimah dengan nomor bab 9 dan pada tema “al-Jana’iz”. Dengan nomor bab 1.
  6. Imam ad-Darimi meriwayatkannya dalam sunannya dan ditempatkan pada tema “al-Isti’dzan”. Dengan nomor bab 5 dan pada tema “ar-Riqaq” dengan nomor bab 29.
  7. Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkannya dalam musnadnya dan ditempatkannya pada jilid 1 halaman 79, jilid 3 halaman 176, 206, 251, 272, 278, dan 289.
Langkah selanjutnya untuk mencapai kesempurnaan takhrij dengan membuka hadis tersebut pada masing-masing kitab yang telah disebutkan di atas menurut bab, jilid, atau halaman yang diperkenalkan menurut percetakaannya masing-masing.

Metode III

Takhrij melalui perawi hadis pertama
Metode takhrij yang ketiga ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik perawi tersebut dari kalangan sahabat bila sanadnya bersambung kepada Nabi atau dari kalanyan tabi’in bila hadis itu mursal.
Kelebihan metode yang ketiga ini adalah:
  1. Metode ini memperpendek masa proses takhrij dengan diperkenalkannya ulama hadis yang meriwayatkannya beserta kitab-kitabnya.
  2. Metode ketiga ini memberikan manfaat yang tidak sedikit, diantaranya memberikan kesempatan melakukan persanad.
Adapun diantara kekurangannya adalah:
  1. Metode ini tidak dapat digunakan dengan baik tanpa mengetahui terlebih dahulu perawi pertama hadis yang kita maksud.
  2. Terdapatnya kesulitan mencari hadis diantara yang tertera dibawah setiap perawi pertamanya.

Metode IV

Takhrij menurut tema hadis.
Takhrij dengan metode ini bersandar pada pengenalan tema hadis. Setelah kita menentukan hadis yang akan kita takhrij, maka langkah selanjutnya ialah menyimpulkan tema hadis tersebut. Kemudian kita mencarinya melalui tema ini pada kitab-kitab metode ini.
Kitab yang digunakan dalam metode ini adalah:
  1. Kitab-kitab takhrij secara umum, yakni:
a.       Kanzul al-‘Umaal fi Sunan al-Akwaal wa al-Af’aal, karangan al-Muttaqy al-Hindy
b.      Muntakhab Kanz al-‘Ummaal, karangan al-HIndy
  1. Kitab-kitab tahrij hadis dari beberapa kitab tertentu, seperti:
a.       Miftaah Kunuz al-Sunnah, karya Weinsinck
b.      Al-Mughny ‘An Hamli al-Asfar fi al-Asfar fi Takhriij Maa fi al-Ihyaa’ min al-Akhbaar, karangan al-‘Iraqy
  1. Kitab-kitab takhrij hadis dari kitab fiqih:
a.       Nashbu al-Raayah fi Takhriij Ahadist al-Hidaayah, karangan al-Zayla’iy
b.      Al-Dariyah fi Takhriij Ahadist al-Hidaayah, karangan Ibnu Hajar
c.       Al-Talkhiish al-Habir fi Takhriij Ahadist al-Rafi’iy al-Kabiir, karangan Ibnu Hajar

  1. Kitab-kitab takhrij hadis hukum:
a.       Muntaqaa al-Akhbar min Hadiist Sayyid al-Akhbaar, karangan Ibnu Taimiyyah.
b.      Buluugh al-Maraam min Adillah al-Ahkaam, karangan Ibnu Hajar.
c.       Taqriib al-Asaaniid wa Tartiib al-Masaaniid, karangan al-‘Iraqy.
  1. Kitab-kitab takhrij hadis Targhib dan Tarhib, seperti:
a.       al-Targhib wa al-Tarhib, karangan al-Hafizh al-Mundziri.
b.      Al-Zawaajir ‘An Iqtiraaf al-Kabaa’ir, karangan Ibnu Hajar al-Haitsamy
  1. Kitab-kitab takhrij hadis tafsir, seperti:
a.       al-Durru al-Mansyuur fi al-Tafsiir bi al-Ma'tsuur, karangan Imam Suyuthi.
b.      Fathu al-Qadir fi Fanaa al-Riwaayah wa al-Daariyah min ‘Ilm al-Tafsiir, karangan Syaukany.
c.       Tafsiir al-Qur’an al-‘Azdim, karangan Ibnu Katsir.
d.      Al-Kaaf al-Syaaf fi Takhrij Ahaadist al-Kasysyaaf, karangan Ibnu Hajar.
  1. Kitab-kitab takhrij hadis sejarah hidup dan sifat-sifat Nabi, seperti:
a.       al-Khasha’ish al-Kubraa, karangan Imam Suyuthi.
b.      Manaahil al-Shafaa fi Takhrij Ahadist al-Syifaa, karangan Imam Suyuthi.
c.       Siirah Rasuulillah Shallallahu ‘alaihi wasallam, karangan Ibnu Hajar.
d.      Subul al-Hudaa wa al-Rasyaad, karangan al-Syamy.

Keistimewaan dari metode ini adalah:
  1. Metode ini tidak membutuhkan pengetahuan lain di luar hadis, seperti keabsahan lafal pertamanya, sebagaimana metode pertama, pengetahuan bahasa Arab dengan perubahan katanya sebagaimana metode kedua, dan pengenalan perawi teratas sebagaimana metode ketiga. Yang dituntut oleh metode ini adalah pengetahuan akan kandungan hadis.
  2. Metode ini mendidik ketajaman pemahaman hadis pada diri peneliti.
  3. Metode ini memperkenalkan kepada peneliti maksud hadis yang dicarinya dan hadis-hadis yang senada dengannya.

Kekurangan metode ini adalah:
  1. Terkadang kandungan hadis sulit disimpulkan oleh seorang peneliti hingga tidak dapat menentukan temanya.
  2. Terkadang pula pemahaman peneliti tidak sesuai dengan pemahaman penyusun kitab. Sebagai akibatnya penyusun kitab meletakkan hadis pada posisi yang tidak diduga oleh peneliti tersebut.

Mengetahui nama rowi I (sahabat) yang meriwayatkan hadis
Contoh: Kitab Musnad Ahmad Bin Hambali
Kelebihan:
  1. Metode ini memperpendek masa proses takhrij dengan diperkenalkannya ulama hadis yang meriwayatkannya beserta kitab-kitabnya.
  2. Mengetahui jumlah hadis yang diriwayatkan sahabat.
Kekurangan:
  1. Metode ini hanya bisa memakai jika diketahui perawi I
  2. Sulit ketika seorang rowi banyak meriwayatkan hadis.

Metode II
Mengetahui awal lafal hadis
Contoh: Kitab Al-Jami’ Al-Saghir As-Sayuthi
Kelebihannya adalah cepat menemukan hadis yang dimaksud
Sedangkan kekurangannya adalah:
  1. Harus mengetahui dengan pasti (tepat awal lafad matan hadis)
  2. Tidak bisa menunjukkan tempat sumber hadis secara langsung.

Metode III
Mengetahui sebagian lafal hadis
Contoh: Kitab Al-Mujam Al-Mufahros Li Al Fadh Al-Hadis An-Nabawi
Kelebihannya  adalah   mempermudah   dalam   mencari   sumber  asli   dengan informasi lebih detail.
Sedangkan kekurangannya adalah banyak hadis yang tidak bisa dengan satu kata jadi harus mencari lagi dengan kata lain. Dan harus memiliki kemampuan bahasa arab yang bagus karena kata kuncinya kembali ke madi

Metode IV
Mengetahui tema hadis
Contoh: Kitab Bulughul Marom
Kelebihannya adalah medidik/menuntut ketajaman pemahaman terhadap isi hadis
dengan begitu akan menemukan tema yang tepat
Kekurangannya adalah harus mengetahui tema dengan benar dan tepat karena untuk satu hadis kadang oleh muhadisin diklasifikasikan dalam tema yang berbeda.
5.      KITAB-KITAB TAKHRIJ POPULER
Adapun kitab takhrij populer antara lain: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan At-Turmuzi, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad.
Daftar Pustaka

Rofiah, Kusnanti. 2009. Studi Ilmu Hadits. Ponorogo:
Stain Press Pon.
          Suparta, Munzier. 1996. Ilmu Hadits. Jakarta: PT.Raja Grafindo
                   Perkasa.
          Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor:
                   Ghalia Indonesia.
          Husnan, Ahmad kajian. 1993. Hadits Metode Takhrij hal 107. Jakarta:
                   Pustaka Al – Kautsar.
          Shiddieqy, T.M. Hasbi Ash. 1999. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits.
                   Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Aimoyieb.blogspot.com/2011/05/makalah-hadist-takhrijul-hadits.html diakses 18/02/2013.
Hanumsyafa.wordpress.com/2010/03/16/takhrij-hadits-makalah-takhrij-hadits/ diakses 18/02/2013.



[1] Shiddieqy, T.M. Hasbi Ash, Sejarah dan Pengantar  Ilmu Hadits (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1999) 241
[2] Hadi: 1994, 4
[3] Zuhri: 1997, 150
[4] Kahhan: 1995,7
[5] Hadi: 1994, 5